Harapan masyarakat terhadap institusi yang memilki keterpihakan terhadap masyarakat yang selama ini dicurahkan tidak kunjung terealisi. Adanya sistem baru setelah menghampir lebih dari enam dekade perjalanan kehidupan negeri ini namun belum juga mampu memenuhi harapan yang selama ini terpendam akan keterlibatan masyarakat secara langsung dalam penentuan massa depan negeri ini yang ada kesamaran.
Harapan yang besar (bahkan saking besarnya) masyarakat akan adanya perubahan menuju arah yang baik pada sistem baru (reformasi) setelah tumbangnya rezim orde baru belum terpenuhi, bahkan saking banyak dan besarnya harapan sampai dijadikan sebagai kolah penampungan harapan-harapan tersebut, tidak hanya itu saja sistem yang baru pertama kali diterapkan ( pada pemilu 2004) ini juga dijadikan sebagai cermin bagi penerapan Demokrasi sejati. Yang diharapkan mampu membawa perubahan yang lebih baik sebagai mana yang dimandatkan dan diamanahkan oleh undang-undang.
Perlu dicatat dan dipahami bahwa, dari dulu hingga sekarang belum mampu didapati pemimpin yang benar-benar ngerti dan loyal terhadap sistem, hingga kondisi itu menimbulkan kejenuhan pada masyarakat, karena para pemimpin hanya mengobral janji yang tidak pasti, karena masyarakat semua saat ini yang dibutuhkan adalah bukti pasti.
Kondisi ini terjadi diakibatkan belum adanya pemimpin yang benar-benar menerima jabatan sebagai amanah, justru yang ada dianggap sebagi ladang basah, sehingga perbaikan disemua lini kehidupan tidak dapat terfikirkan, maka dari itu jangan pernah disalahkan jika pemilik demokrasi (rakyat) tidak percaya pda pemerintah.
Mungkin kita bisa mengingat falsafah orang arab yang mengatakan “man ‘azza bazza” siapa yang kuat pasti jahat. Tapi benar atau tidak kembali pada masing-masing kita, namun pada kajian yang telah dilakukan oleh para ahli falsafah ini bukan hanya omong kosong, sejarah panjang perjalan manusia menapki fitroh kholifah fil ardl membuktikan. Orang yang mulanya baik bisa berubah jahat ketika berkuasa, orang yang biasanya tawadhu’ ujuk-ujuk angkuh dan orang yang santun bisa jadi tiran saat memerintah
Mari kita sejenak melihat kebenaran falasafah orang arab tersebut, dimana kekuasaan mampu membius nurani kita. Adalah thalut beliau sebenarnya dalah orang yang salih dan mulia, keberhasilanya menumbangkan tirani jalut terukir dengan tinta emas, tidak itu saja kesuksesanya juga diabadikan oleh Alloh SWT dalam Al-quran. Kepahlawan thalut menjadi legenda di zamanya bahkan sampai sekarang karena thalut bukan hanya sekedar pemimpin pemerintah tapi juga tokoh yang penuh dengan kharisma. Dia dihormati, dipuji dan disanjung oleh rakyatnya.
Amun, keberhasilan thalut dalam menumbangkan jalut bukan karena keberhasilanya sendiri dibalik itu semua sebenarnya ada peran yang penting yang patut mmendapat penghargaan juga, yaitu peran daud. Dia adalah pemuda yang sangat pemberani, dialah sesungguhnya yang paling berjasa, karena ditanganya lah kekuasan jalut yng tiran hancur, dengan bermodalkan ketapel dan beberapa butiran besi yang sudah diolah kekuasaan jalut dapat dihancurkan.
Daud muda tidak hanya pemberani tapi beliu adalah figur pemimpin masa depan, bakat kepemimpinanya sangat menonjol hingga thalut sendiri tertarika padanya. Itulah sebabnya membuat Thalut menawarkan puterinya untuk diperisteri daud, daud pun tidak menolak, tawaran itu diterima denagn besar hati. Sejak itulah daud muda resmi menjadi menatu thalut ( Syeh Muhammad bin Ahmad bin Iyas “Badi’ul Zuhur” hlm. 167).
Seiring sang waktu usia thalut-pun semakin senja. Pada saat seperti inilah seharusnya thalut mempersiapkan kader untuk menggantikanya, namun justru malah sebaliknya, usia boleh senja tapi kekuasaan jangan sampai lepas dari tanganya dia belum rela melepaskan kekuasaanya pada orang lain termasuk pada sang menantu (daud)
Entah bisikan apa yang membisiki gendang telinga hatinya, dia ampang tersinggung dan marah acapkli ada pihak-pihak yang membicarakan tentang suksesinya dan masa depan kerajaanya, thalut benar-benar lupa diri. Bukankah sebelum diangkat menjadi raja dia miskin dan martabat sosialnya rendah? Bukankah pada saat itu dia tidak mendapat dukungan rakyat? Thalut lali marang awae dewe, ternyata maghligai kekuasaan telah merubah sifat, perangai, tindakan dan tutur katanaya. Kesalehan dan kesantunan sudah jauh dari pribadinya terlebih jika bicara tentang kekuasaan. Sebaliknya daud yang mendapat simpatik semakin tawadhu’, tak sedikitpun terpancar nafsu dalam dirinya untuk merebut kekuasaan dan menjadi pemimpin, simpatik rakyat terhadap daud bukan karena kampanye untuk mencari dukungan tetapi semua itu karena prilaku dan budhi yang mulia, melihat itu thalut memberikan reaksi yang nyata denagn memprsiapkan rencana untuk menyingkirkan daud, karna dia merasa daud adalah rifal dan akan merong-rong kekuasanya.
Thalut boleh punya rencana tapi, Alloh punya rencana lain. Semua rencana halut gagal total, justeru ini berimbas pada semakin kuatnya dukungan rakyat pada daud, diman nama daud sering digembar-gemborkan rakyatnya. Dari itu semua semakin menjadikan derasnya tuntutan masarakat gar suksesi kepemimpinan segera dilakukan, mendengar ini tekat thalut semakin kuat adn bulat untuk membunuh daud. Bahkan dalam catatan sejarah thalut mengerahkan 3000 tentaranya untuk mengejar daud.
Pendukung daud pun tak tinggal diam mendengar itu mereka marah dan mengusulkan agar thalut dibunuh, bagaimana respon daud, daud justru malah marah dan berkata ” saya punya kesempatan yang baik untuk berkhianat, dan saya mampu membunuhnya, tapi niat jahat itu tak sedikitpun tersirat dihatiku, inilah kain jubah yang saya gunting sebagai bukti kalau saya pernah ke tempat tahalut”.
Kenyataan itu sedikit menyadarkan thalut, bahwa daud menantunya lebih berakhlak dibandingkan dengan dirinya, tapi itu cuma sebentar, sesaatkemudian niat jahat itu muncul kembali untuk membunuh daud dan itu juga gagal. Bahkan sejarah mencatat untuk sekian kalinya daud punya kesempatan sama ketiak thalut sedang tidur sendiri tanpa penjagaan pada saat itu daud mengambil tombak dan tempat air di dekat kepala thalut. Hal tu sebuah bukti klau daud punya kesempatan untuk membunuh daud tetapi hal itu tidak dilakukan daud.
Setelah kegagalanya membunuh daud, kemudian datang menghampiri dirinya nasib mlang, dimana dia harus menghadapi langsung rakyatnya yang lebih mencintai daud, akhirnya sejarah mencatat torehan tinta emasyang pernah digunakan untuk mengukir kepahlawananya, telah luntur dimakan keserakahan dan ketamakan. Yang ada tahalut adalah orang yang tiran dan culas. Dan lengserlah tahlut. Adapun untuk akhir riwayat hidup thalut ada dua fersi ada yang mengatakn thalut menyerahkan kekuasaanya pada daud, dalam riwayat lain thalut terbunuh dalam usahaya untuk bertaubat.
Inilah sedikit cerita tentang kedahsyatan daya bius kekuasaan memporak-porandakan syaraf dan otak kita. Orang yang baik saja bisa berubah bila berkuasa. Apalagi bila kekuasaan itu diperoleh dengan jlan yang salah. Wallohu’alam.
Rabu, 26 September 2007
Pengantar
Demokrasi adalah ide besar yang menyertai perencanaan pembangunan dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat sebagai pemberi, pembuat dan pelaku termasuk menjadi sasaran utama keberhasilan perencanaannya.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (selanjutnya disebut Musrenbang) adalah salah satu upaya menfasilitasi ide demokrasi agar sepenuhnya menjadi milik rakyat. Pengalaman mengikuti dan mendampingi proses Musrenbang sejak tahap desa, kecamatan hingga kabupaten menunjukkan sejauh ini pemerintah telah menyiapkan perangkat yang memungkinkan Musrenbang terlaksana. Akan tetapi melakukan otokritik terhadap proses dan pelaksanaan proses Musrenbang masih harus terus dilakukan agar sesuai dengan apa yang digambarkan dalam tujuan perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan daerah mencatat tujuannya sebagai upaya untuk: (1) mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan, (2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi, baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, dan antarfungsi pemerintah, (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, (4) mengoptimalkan partisipasi masyarakat, dan (5) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Sejalan dengan tujuan tersebut, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan tiga bentuk rencana pembangunan daerah, yakni: 1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan (3) Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). RKPD sebagai dokumen perencanaan daerah untuk periode satu tahun. RKPD merupakan penjabaran dari RPMJD, dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang memuat memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Salah satu sumber yang digunakan dalam menyusun dokumen RKPD sebuah kabupaten adalah usulan masyarakat yang berasal dari Musrenbang.
Tulisan ini berusaha menunjukkan benang kusut yang menyertai ide besar demokrasi dalam proses pelaksanaan Musrenbang di Kabupaten Jepara. Selanjutnya, menguraikan benang kusut Musrenbang diharapkan membuka ruang dialog, ruang praksis pelaksanaan Musrenbang sebagai bagian dari cita-cita demokrasi, yang adalah rakyat.
Potret Musrenbang Kabupaten Jepara
Musrenbang adalah forum antarpelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan Nasional dan rencana pembangunan Daerah. Musrenbang dilaksanakan setiap tahun oleh para pemangku kepentingan, dalam hal ini pihak yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan pada level masing-masing dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya. Dalam tabel berikut dapat menggambarkan mengapa musrenbang menjadi penting untuk dilakukan.
Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Jepara, sejak tahun 2001, menjadi salah satu lembaga yang memberi perhatian terhadap pelaksanaan Musrenbang. Secara khusus, Lakpesdam NU Jepara mendorong pelembagaan partisipasi masyarakat dengan membentuk Forum Warga (FW). FW diharapkan menjadi supporting system dalam pelaksanaan proses struktural perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.
Dalam rangka meraih harapan tersebut dan memaksimalkan partisipasi masyarakat yang berakar pada pengalaman dan kebutuhan real masyarakat , Forum Warga Jepara dibagi atas dua bentuk, yakni berbasis kewilayahan (teritori) dan berbasis sektor/profesi (issue). “Rembugan” adalah istilah yang dipakai untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam basis kewilayahan maupun sektor serta sebagai forum untuk menentukan strategi mempengaruhi kebijakan yang akan dilakukan. Istilah ini sendiri mencerminkan kearifan yang ada dalam setiap pertemuan sebagai pertemuan antar warga dimana semua yang hadir dihargai pendapatnya. Forum-forum tersebut antara lain rembug deso, dialog publik kecamatan/kabupaten, Temu Kadang Tani, dialog masyarakat pesisir, Musyawarah Besar Rakyat Jepara (Mubes Raja) dan sebagainya. Dalam rembug deso dan Mubes Raja 1, misalnya, terbukti telah berhasil menjaring, menganalisa dan menstrukturkan aspirasi masyarakat melalui proses partisipatif yang selanjutnya menjadi bagian dalam proses formal perencanaan penganggaran daerah di Kabupaten Jepara.
Apa yang dilakukan oleh FW Jepara seperti yang disebutkan diatas didorong pada kenyataan bahwa selama ini Musrenbang yang dilaksanakan pihak Pemerintah Kabupaten Jepara memposisikan masyarakat, elit desa dan pengambil kebijakan di tingkat Kabupaten pada dua kelompok yang berbeda. Dengan kata lain, para elit pengambil kebijakan dalam analisa serta pengambilan kebijakannya menjadi pengamat atau ‘burung’ yang mengamati dari atas dan kejauhan, sementara apa yang diinisitiafkan oleh Forum Warga Jepara berusaha menjadi ‘cacing’ yang mengakar pada pengalaman masyarakat sehari-hari dalam rangkaian pengembangan kebutuhan diri dalam pembangunan daerah.
Proses yang dilakukan oleh FW Jepara secara langsung telah mendorong Pemerintah Kabupaten Jepara untuk mengubah pola perencanaan pembangunan daerah. Setidaknya mendorong Pemerintah Kabupaten Jepara untuk melibatkan unsur-unsur yang dekat dengan masyarakat sehingga tidak terkesan elitis. Hal ini tergambar pada proses penganggaran untuk tahun 2007 dan tahun 2008. Sejak tahun 2006 dan 2007, Pemerintah Kabupaten Jepara mengajak unsur-unsur seperti Non Goverment Organization (NGO), Organisasi Masyarakat (Ormas), dan Organisasi Profesi terlibat aktif dalam mendinamisir partisipasi dan peningkatan kualitas usulan di tingkat desa dan kecamatan.
Secara umum proses pelaksanaan Musrenbang selama dua tahun terakhir dapat tergambarkan sebagaimana berikut :
1. Tahap Pengorganisasian:
Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri tentang petunjuk teknis penyelenggaraan Musrenbang menyebutkan proses musyawarah perencanaan pembangunan tahunan daerah diselenggarakan secara bertahap, dimulai dari tingkat desa/kelurahan sampai pada tingkat Nasional. Pada surat edaran tersebut juga dipaparkan hal-hal teknis terkait dengan pengorganisasian forum, dimana pada tingkat desa berdasarkan surat edaran tersebut pemerintah desa membentuk panitia penyelenggara Musyawawah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang mempunyai tugas mensosialisasikan rencana penyelenggaraan Musrenbangdes kepada masyarakat dan membuka pendaftaran menjadi peserta musrenbangdes.
Sejauh ini, pelaksanaan Musrenbangdes di Kabupaten Jepara belum berada pada tahap yang di-ideal-kan oleh SEB tersebut. Hal ini disebabkan: kurangnya publikasi terhadap masyarakat atau bersifat elitis dikalangan desa dan waktu pelaksanaan musrenbangdes yang terbatas. Sejauh ini media publikasi hanya menggunakan surat undangan yang ditandatangani oleh petinggi (kepala desa/lurah), sekaligus menentukan peserta Musrenbangdes padahal terdapat 183 desa dan 11 kelurahan yang ada di Kabupaten Jepara. Akibatnya, penerima manfaat musrenbangdes sekaligus peserta hanya terbatas pada perangkat desa, ketua RT, ketua RW, Ketua PKK, BPD, Orang-orang ‘sekitar’ Kepala desa dan beberapa orang tokoh masyarakat saja. Terlihat dari peserta Musrenbangdes hanya terdiri dari ± 30 – 35 orang.
Selain itu proses Musrenbangdes hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, sehingga terkesan sebagai pertemuan untuk melegalisasikan draft rencana kerja desa/kelurahan yang telah disusun oleh perangkat desa sebelumnya. Hal lain yang juga menghambat adalah pemahaman yang keliru dalam mendefinisikan arti Musrenbang sebenarnya. Banyak Petinggi yang meng-artikan musrenbangdes sebagai forum perencanaan kegiatan desa untuk mengalokasikan dana perimbangan desa (ADD).
2. Persiapan sarana-prasarana teknis
Dalam penyelenggaraannya Musrenbangdes menggunakan balaidesa, pendopo kecamatan dan pendopo Kabupaten sebagai tempat diselenggarakannya kegiatan. Selama ini hal-hal teknis tidak mengalami hambatan, sebaliknya seringkali kehadiran peserta tidak sesuai dengan persiapan teknis.
Dilain pihak, kesalahpengertian tentang manfaat/mandat Musrenbangdes terlihat pada ketidaktersediaannya persiapan-persiapan data-data penting[1] oleh masing-masing desa/kelurahan dan kecamatan untuk kemudian diolah dalam Musrenbangdes sebagaimana yang dituliskan dalam SEB Bappenas dan Mendagri. Padahal, inti Musrenbangdes terletak pada musyawarah bersama seluruh komponen masyarakat berdasarkan data-data real yang ada dalam masyarakat.
3. Alur Proses
Secara prosedural, alur yang dilakukan di Kabupaten Jepara terlihat sesuai. Akan tetapi prosesnya masih sangat jauh dari apa yang seharusnya karena selain bersifat elitis juga secara tidak langsung meminggirkan akar kebutuhan masyarakat, dan lebih jauh lagi menjadi bersifat politis jika tidak dikatakan basa-basi prosedural. Hal ini dikarenakan belum adanya kesamaan cara pandang mandat Musrenbang sebagai wujud partisipasi masyarakat terlibat aktif, antara pemerintah Kabupaten Jepara (Bappeda) dengan pemangku kebijakan di level desa, kecamatan dan SKPD. Hal lain adalah lemahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki.
Analisa Pelaksanaan Musrenbang Kabupaten Jepara
Berdasarkan pengalaman pendampingan dan berpegang pada alur proses perencanaan tahunan daerah di kabupaten Jepara yang diterapkan pada tahun perencanaan 2007 sebagaimana tabel 2, catatan-catatan penting terhadap pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
Kekuatan sekaligus keuntungan dari pelaksanaan Musrenbang Kabupaten Jepara antara lain karena saat ini terdapat setidaknya tiga dukungan teknis berkaitan dengan pelaksanaan Musrenbang Kabupaten Jepara, yakni peraturan daerah, SK Bupati tentang Pedoman Perencanaan Pembangunan Daerah, yang mengatur tentang mekanisme penyelenggaraan Musrenbang dan Surat Edaran Bupati Jepara yang berisi keharusan keterlibatan utusan SKPD pada penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan (Musrenbangcam). Keterlibatan utusan SKPD dimaksudkan untuk dapat memberikan paparan teknis tentang kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan, selain memaparkan rencana strategis masing-masing SKPD. Kekuatan lainnya, pada wilayah perencanaan, Bappeda Jepara memiliki kemampuan yang sangat memadai dalam mengemas strategi dan model penjaringan aspirasi dalam Musrenbang. Sementara itu terdapat pula alokasi anggaran yang cukup bagi penyelenggaraan musrenbang dan forum SKPD. Hal yang tidak kalah penting adalah dilibatkannya CSO dalam pendampingan Musrenbang di seluruh Desa dan Kecamatan oleh pemerintah Kabupaten Jepara. Keterlibatan CSO ini telah memberikan warna baru bagi pengembangan partisipasi masyarakat Jepara, disamping ada peningkatan pemahaman masyarakat tentang alur tehnis musrenbang.
Pelaksanaan Musrenbang tidak lepas dari kelemahan. Kelemahan terutama berkaitan dengan pemahaman masyarakat (termasuk didalamnya para elit) terhadap mandat Musrenbang, terkesan prosedural teknis, lemahnya kapasitas perencana SKPD, kelemahan pada tahapan persiapan teknis hingga pelaksanaan hasil Musrenbang. Sejauh ini para perwakilan SKPD yang mengikuti proses Musrenbangcam hanya sebagai “pendengar” dan “pencatat” proses dan tidak terlibat secara aktif. Belum ada presentasi SKPD tentang kondisi dimasing-masing wilayah kerjanya sebagaimana diharapkan oleh Bappeda untuk dipakai sebagai bahan penting dalam proses Musrenbangcam. Hal ini disebabkan lemahnya kapasitas perwakilan SKPD yang ditunjuk, misalnya mengikuti musrenbangcam tidak membawa bekal data SKPD sehingga jawaban yang disampaikan terkesan berasal dari asumsi pribadi. Keadaan ini terjadi dari tahun ke tahun sehingga hasil Musrenbang cenderung merupakan pengulangan kegiatan dari tahun sebelumnya meskipun kegiatan tersebut tidak lagi layak untuk diagendakan. Penyelenggaraan Forum SKPD sendiri masih diliputi dengan kekurangan dan kelemahan seperti ; publikasi hanya lewat undangan, peserta yang didominasi pemerintah, hingga form isian yang disusun jauh dari ideal (basis argumentasi penentuan kegiatan tidak jelas dan atau tidak diisi). Sementara itu, alur proses perencanaan pembangunan daerah di kabupaten Jepara yang dimulai dari tingkat desa belum menemukan bentuk yang sebenarnya,
Pada akhirnya, hingga saat ini belum didapatkannya jawaban rasional dari pemerintah daerah terhadap pertanyaan mengapa program yang diusulkan pemerintah desa melalui proses panjang Musrenbangdes dan Musrenbangcam pada tahun sebelumnya tidak tercantum dalam APBD. Hal ini telah mengakibatkan keengganan masyarakat dan aparatus desa dalam menyelenggarakan Musrenbangdes dan mengikuti Musrenbangcam karena dirasakan tidak membawa pengaruh yang cukup berarti dalam pembangunan daerah hingga ke tingkat desa. Antara lain ditunjukkan saat 244 program kerja dan 1223 kegiatan berdasar draft Musrenbangda Kabupaten Jepara tahun 2007, hanya sebagian kecil program usulan masyarakat melalui Musrenbangcam yang dapat diterima dan dimasukkan dalam draft Musrenbangda kabupaten Jepara. Ini memperkuat kesan pelaksanaan Musrenbang sekedar basa-basi prosedural untuk bisa disebut demokrasi bagi kerakyatan.
Rekomendasi
Tidak ada kata sempurna untuk sebuah proses yang melibatkan berbagai pihak dari berbagai lapisan. Terus berusaha membentuk pola, sistem yang sedekat mungkin dengan kebutuhan masyarakat adalah semangat yang memotivasi terus dilaksanakannya upaya pembaruan dalam pelaksanaan Musrenbang. Pengalaman Lakpesdam NU Jepara melalui Forum Warga Jepara yang berhasil menfasilitasi masyarakat dari berbagai lapisan, wilayah dan sektor untuk terlibat aktif menyuarakan kebutuhan dasarnya pantaslah menjadi refleksi bersama dalam pelaksanaan Musrenbang. Demikian halnya kekuatan dan kelemahan pelaksanaan Musrenbang yang selama ini telah diupayakan oleh Pemerintah Kabupaten Jepara.
Perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan Musrenbang baik secara pola maupun sistem pelaksanaannya membutuhkan evaluasi menyeluruh sehingga tidak dilaksanakan hanya untuk kebutuhan prosedural dalam sistem pemerintahan tetapi berakar pada kebutuhan masyarakat. Dalam evaluasi ini, potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh Lakpesdam NU Jepara melalui Forum Warga dengan dukungan teknis yuridis maupun kapabilitas aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara bisa dilihat sebagai peluang bagi kekuatan bersama untuk membentuk Musrenbang Jepara mengakar pada masyarakat baik visi, pola, sistem dan pelaksanaannya.
Tentu saja hal ini membutuhkan dibukanya “ruang”, jembatan komunikasi yang komunikatif antara mereka yang menjadi sasaran Musrenbang dengan para pelaksana teknis; antara mereka yang memiliki ide kerakyatan dengan mereka yang mengalami, memahaminya sehari-hari meski tidak mampu mengartikulasikannya, dan dengan mereka yang berada dalam posisi sebagai pengambil kebijakan. Memungkinkan masyarakat dari beragam lapisan ekonomi, sosial, politik; dari berbagai wilayah dan berbagai sektor usaha di Kabupaten Jepara terlibat aktif dalam keputusan mengenai pembangunan di daerah yang mereka diami selama bertahun-tahun. Memungkinkan pelaksanaan Musrenbang dan tujuan serta hasil sasaran Musrenbang Kabupaten Jepara tidak menjadi milik para elit di lapisan desa, kecamatan maupun kabupaten, tapi menjadi milik semua warga, rakyat Jepara. Memungkinkan hal tersebut terjadi adalah tantangan terbesarnya. Dengan memungkinkannya terjadi, ide demokrasi; dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat, tidak lagi berada dalam lapisan-lapisan sosial, ekonomi apalagi politik. Ide demokrasi adalah kerakyatan.
Demikianlah, demokrasi untuk rakyat menjadi lebih dekat daripada sekedar imajinasi, apalagi basa-basi.
Semangat !!!
Demokrasi adalah ide besar yang menyertai perencanaan pembangunan dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat sebagai pemberi, pembuat dan pelaku termasuk menjadi sasaran utama keberhasilan perencanaannya.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (selanjutnya disebut Musrenbang) adalah salah satu upaya menfasilitasi ide demokrasi agar sepenuhnya menjadi milik rakyat. Pengalaman mengikuti dan mendampingi proses Musrenbang sejak tahap desa, kecamatan hingga kabupaten menunjukkan sejauh ini pemerintah telah menyiapkan perangkat yang memungkinkan Musrenbang terlaksana. Akan tetapi melakukan otokritik terhadap proses dan pelaksanaan proses Musrenbang masih harus terus dilakukan agar sesuai dengan apa yang digambarkan dalam tujuan perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan daerah mencatat tujuannya sebagai upaya untuk: (1) mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan, (2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi, baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, dan antarfungsi pemerintah, (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, (4) mengoptimalkan partisipasi masyarakat, dan (5) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Sejalan dengan tujuan tersebut, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan tiga bentuk rencana pembangunan daerah, yakni: 1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan (3) Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). RKPD sebagai dokumen perencanaan daerah untuk periode satu tahun. RKPD merupakan penjabaran dari RPMJD, dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang memuat memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Salah satu sumber yang digunakan dalam menyusun dokumen RKPD sebuah kabupaten adalah usulan masyarakat yang berasal dari Musrenbang.
Tulisan ini berusaha menunjukkan benang kusut yang menyertai ide besar demokrasi dalam proses pelaksanaan Musrenbang di Kabupaten Jepara. Selanjutnya, menguraikan benang kusut Musrenbang diharapkan membuka ruang dialog, ruang praksis pelaksanaan Musrenbang sebagai bagian dari cita-cita demokrasi, yang adalah rakyat.
Potret Musrenbang Kabupaten Jepara
Musrenbang adalah forum antarpelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan Nasional dan rencana pembangunan Daerah. Musrenbang dilaksanakan setiap tahun oleh para pemangku kepentingan, dalam hal ini pihak yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan pada level masing-masing dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya. Dalam tabel berikut dapat menggambarkan mengapa musrenbang menjadi penting untuk dilakukan.
Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Jepara, sejak tahun 2001, menjadi salah satu lembaga yang memberi perhatian terhadap pelaksanaan Musrenbang. Secara khusus, Lakpesdam NU Jepara mendorong pelembagaan partisipasi masyarakat dengan membentuk Forum Warga (FW). FW diharapkan menjadi supporting system dalam pelaksanaan proses struktural perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.
Dalam rangka meraih harapan tersebut dan memaksimalkan partisipasi masyarakat yang berakar pada pengalaman dan kebutuhan real masyarakat , Forum Warga Jepara dibagi atas dua bentuk, yakni berbasis kewilayahan (teritori) dan berbasis sektor/profesi (issue). “Rembugan” adalah istilah yang dipakai untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam basis kewilayahan maupun sektor serta sebagai forum untuk menentukan strategi mempengaruhi kebijakan yang akan dilakukan. Istilah ini sendiri mencerminkan kearifan yang ada dalam setiap pertemuan sebagai pertemuan antar warga dimana semua yang hadir dihargai pendapatnya. Forum-forum tersebut antara lain rembug deso, dialog publik kecamatan/kabupaten, Temu Kadang Tani, dialog masyarakat pesisir, Musyawarah Besar Rakyat Jepara (Mubes Raja) dan sebagainya. Dalam rembug deso dan Mubes Raja 1, misalnya, terbukti telah berhasil menjaring, menganalisa dan menstrukturkan aspirasi masyarakat melalui proses partisipatif yang selanjutnya menjadi bagian dalam proses formal perencanaan penganggaran daerah di Kabupaten Jepara.
Apa yang dilakukan oleh FW Jepara seperti yang disebutkan diatas didorong pada kenyataan bahwa selama ini Musrenbang yang dilaksanakan pihak Pemerintah Kabupaten Jepara memposisikan masyarakat, elit desa dan pengambil kebijakan di tingkat Kabupaten pada dua kelompok yang berbeda. Dengan kata lain, para elit pengambil kebijakan dalam analisa serta pengambilan kebijakannya menjadi pengamat atau ‘burung’ yang mengamati dari atas dan kejauhan, sementara apa yang diinisitiafkan oleh Forum Warga Jepara berusaha menjadi ‘cacing’ yang mengakar pada pengalaman masyarakat sehari-hari dalam rangkaian pengembangan kebutuhan diri dalam pembangunan daerah.
Proses yang dilakukan oleh FW Jepara secara langsung telah mendorong Pemerintah Kabupaten Jepara untuk mengubah pola perencanaan pembangunan daerah. Setidaknya mendorong Pemerintah Kabupaten Jepara untuk melibatkan unsur-unsur yang dekat dengan masyarakat sehingga tidak terkesan elitis. Hal ini tergambar pada proses penganggaran untuk tahun 2007 dan tahun 2008. Sejak tahun 2006 dan 2007, Pemerintah Kabupaten Jepara mengajak unsur-unsur seperti Non Goverment Organization (NGO), Organisasi Masyarakat (Ormas), dan Organisasi Profesi terlibat aktif dalam mendinamisir partisipasi dan peningkatan kualitas usulan di tingkat desa dan kecamatan.
Secara umum proses pelaksanaan Musrenbang selama dua tahun terakhir dapat tergambarkan sebagaimana berikut :
1. Tahap Pengorganisasian:
Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri tentang petunjuk teknis penyelenggaraan Musrenbang menyebutkan proses musyawarah perencanaan pembangunan tahunan daerah diselenggarakan secara bertahap, dimulai dari tingkat desa/kelurahan sampai pada tingkat Nasional. Pada surat edaran tersebut juga dipaparkan hal-hal teknis terkait dengan pengorganisasian forum, dimana pada tingkat desa berdasarkan surat edaran tersebut pemerintah desa membentuk panitia penyelenggara Musyawawah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang mempunyai tugas mensosialisasikan rencana penyelenggaraan Musrenbangdes kepada masyarakat dan membuka pendaftaran menjadi peserta musrenbangdes.
Sejauh ini, pelaksanaan Musrenbangdes di Kabupaten Jepara belum berada pada tahap yang di-ideal-kan oleh SEB tersebut. Hal ini disebabkan: kurangnya publikasi terhadap masyarakat atau bersifat elitis dikalangan desa dan waktu pelaksanaan musrenbangdes yang terbatas. Sejauh ini media publikasi hanya menggunakan surat undangan yang ditandatangani oleh petinggi (kepala desa/lurah), sekaligus menentukan peserta Musrenbangdes padahal terdapat 183 desa dan 11 kelurahan yang ada di Kabupaten Jepara. Akibatnya, penerima manfaat musrenbangdes sekaligus peserta hanya terbatas pada perangkat desa, ketua RT, ketua RW, Ketua PKK, BPD, Orang-orang ‘sekitar’ Kepala desa dan beberapa orang tokoh masyarakat saja. Terlihat dari peserta Musrenbangdes hanya terdiri dari ± 30 – 35 orang.
Selain itu proses Musrenbangdes hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, sehingga terkesan sebagai pertemuan untuk melegalisasikan draft rencana kerja desa/kelurahan yang telah disusun oleh perangkat desa sebelumnya. Hal lain yang juga menghambat adalah pemahaman yang keliru dalam mendefinisikan arti Musrenbang sebenarnya. Banyak Petinggi yang meng-artikan musrenbangdes sebagai forum perencanaan kegiatan desa untuk mengalokasikan dana perimbangan desa (ADD).
2. Persiapan sarana-prasarana teknis
Dalam penyelenggaraannya Musrenbangdes menggunakan balaidesa, pendopo kecamatan dan pendopo Kabupaten sebagai tempat diselenggarakannya kegiatan. Selama ini hal-hal teknis tidak mengalami hambatan, sebaliknya seringkali kehadiran peserta tidak sesuai dengan persiapan teknis.
Dilain pihak, kesalahpengertian tentang manfaat/mandat Musrenbangdes terlihat pada ketidaktersediaannya persiapan-persiapan data-data penting[1] oleh masing-masing desa/kelurahan dan kecamatan untuk kemudian diolah dalam Musrenbangdes sebagaimana yang dituliskan dalam SEB Bappenas dan Mendagri. Padahal, inti Musrenbangdes terletak pada musyawarah bersama seluruh komponen masyarakat berdasarkan data-data real yang ada dalam masyarakat.
3. Alur Proses
Secara prosedural, alur yang dilakukan di Kabupaten Jepara terlihat sesuai. Akan tetapi prosesnya masih sangat jauh dari apa yang seharusnya karena selain bersifat elitis juga secara tidak langsung meminggirkan akar kebutuhan masyarakat, dan lebih jauh lagi menjadi bersifat politis jika tidak dikatakan basa-basi prosedural. Hal ini dikarenakan belum adanya kesamaan cara pandang mandat Musrenbang sebagai wujud partisipasi masyarakat terlibat aktif, antara pemerintah Kabupaten Jepara (Bappeda) dengan pemangku kebijakan di level desa, kecamatan dan SKPD. Hal lain adalah lemahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki.
Analisa Pelaksanaan Musrenbang Kabupaten Jepara
Berdasarkan pengalaman pendampingan dan berpegang pada alur proses perencanaan tahunan daerah di kabupaten Jepara yang diterapkan pada tahun perencanaan 2007 sebagaimana tabel 2, catatan-catatan penting terhadap pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
Kekuatan sekaligus keuntungan dari pelaksanaan Musrenbang Kabupaten Jepara antara lain karena saat ini terdapat setidaknya tiga dukungan teknis berkaitan dengan pelaksanaan Musrenbang Kabupaten Jepara, yakni peraturan daerah, SK Bupati tentang Pedoman Perencanaan Pembangunan Daerah, yang mengatur tentang mekanisme penyelenggaraan Musrenbang dan Surat Edaran Bupati Jepara yang berisi keharusan keterlibatan utusan SKPD pada penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan (Musrenbangcam). Keterlibatan utusan SKPD dimaksudkan untuk dapat memberikan paparan teknis tentang kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan, selain memaparkan rencana strategis masing-masing SKPD. Kekuatan lainnya, pada wilayah perencanaan, Bappeda Jepara memiliki kemampuan yang sangat memadai dalam mengemas strategi dan model penjaringan aspirasi dalam Musrenbang. Sementara itu terdapat pula alokasi anggaran yang cukup bagi penyelenggaraan musrenbang dan forum SKPD. Hal yang tidak kalah penting adalah dilibatkannya CSO dalam pendampingan Musrenbang di seluruh Desa dan Kecamatan oleh pemerintah Kabupaten Jepara. Keterlibatan CSO ini telah memberikan warna baru bagi pengembangan partisipasi masyarakat Jepara, disamping ada peningkatan pemahaman masyarakat tentang alur tehnis musrenbang.
Pelaksanaan Musrenbang tidak lepas dari kelemahan. Kelemahan terutama berkaitan dengan pemahaman masyarakat (termasuk didalamnya para elit) terhadap mandat Musrenbang, terkesan prosedural teknis, lemahnya kapasitas perencana SKPD, kelemahan pada tahapan persiapan teknis hingga pelaksanaan hasil Musrenbang. Sejauh ini para perwakilan SKPD yang mengikuti proses Musrenbangcam hanya sebagai “pendengar” dan “pencatat” proses dan tidak terlibat secara aktif. Belum ada presentasi SKPD tentang kondisi dimasing-masing wilayah kerjanya sebagaimana diharapkan oleh Bappeda untuk dipakai sebagai bahan penting dalam proses Musrenbangcam. Hal ini disebabkan lemahnya kapasitas perwakilan SKPD yang ditunjuk, misalnya mengikuti musrenbangcam tidak membawa bekal data SKPD sehingga jawaban yang disampaikan terkesan berasal dari asumsi pribadi. Keadaan ini terjadi dari tahun ke tahun sehingga hasil Musrenbang cenderung merupakan pengulangan kegiatan dari tahun sebelumnya meskipun kegiatan tersebut tidak lagi layak untuk diagendakan. Penyelenggaraan Forum SKPD sendiri masih diliputi dengan kekurangan dan kelemahan seperti ; publikasi hanya lewat undangan, peserta yang didominasi pemerintah, hingga form isian yang disusun jauh dari ideal (basis argumentasi penentuan kegiatan tidak jelas dan atau tidak diisi). Sementara itu, alur proses perencanaan pembangunan daerah di kabupaten Jepara yang dimulai dari tingkat desa belum menemukan bentuk yang sebenarnya,
Pada akhirnya, hingga saat ini belum didapatkannya jawaban rasional dari pemerintah daerah terhadap pertanyaan mengapa program yang diusulkan pemerintah desa melalui proses panjang Musrenbangdes dan Musrenbangcam pada tahun sebelumnya tidak tercantum dalam APBD. Hal ini telah mengakibatkan keengganan masyarakat dan aparatus desa dalam menyelenggarakan Musrenbangdes dan mengikuti Musrenbangcam karena dirasakan tidak membawa pengaruh yang cukup berarti dalam pembangunan daerah hingga ke tingkat desa. Antara lain ditunjukkan saat 244 program kerja dan 1223 kegiatan berdasar draft Musrenbangda Kabupaten Jepara tahun 2007, hanya sebagian kecil program usulan masyarakat melalui Musrenbangcam yang dapat diterima dan dimasukkan dalam draft Musrenbangda kabupaten Jepara. Ini memperkuat kesan pelaksanaan Musrenbang sekedar basa-basi prosedural untuk bisa disebut demokrasi bagi kerakyatan.
Rekomendasi
Tidak ada kata sempurna untuk sebuah proses yang melibatkan berbagai pihak dari berbagai lapisan. Terus berusaha membentuk pola, sistem yang sedekat mungkin dengan kebutuhan masyarakat adalah semangat yang memotivasi terus dilaksanakannya upaya pembaruan dalam pelaksanaan Musrenbang. Pengalaman Lakpesdam NU Jepara melalui Forum Warga Jepara yang berhasil menfasilitasi masyarakat dari berbagai lapisan, wilayah dan sektor untuk terlibat aktif menyuarakan kebutuhan dasarnya pantaslah menjadi refleksi bersama dalam pelaksanaan Musrenbang. Demikian halnya kekuatan dan kelemahan pelaksanaan Musrenbang yang selama ini telah diupayakan oleh Pemerintah Kabupaten Jepara.
Perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan Musrenbang baik secara pola maupun sistem pelaksanaannya membutuhkan evaluasi menyeluruh sehingga tidak dilaksanakan hanya untuk kebutuhan prosedural dalam sistem pemerintahan tetapi berakar pada kebutuhan masyarakat. Dalam evaluasi ini, potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh Lakpesdam NU Jepara melalui Forum Warga dengan dukungan teknis yuridis maupun kapabilitas aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara bisa dilihat sebagai peluang bagi kekuatan bersama untuk membentuk Musrenbang Jepara mengakar pada masyarakat baik visi, pola, sistem dan pelaksanaannya.
Tentu saja hal ini membutuhkan dibukanya “ruang”, jembatan komunikasi yang komunikatif antara mereka yang menjadi sasaran Musrenbang dengan para pelaksana teknis; antara mereka yang memiliki ide kerakyatan dengan mereka yang mengalami, memahaminya sehari-hari meski tidak mampu mengartikulasikannya, dan dengan mereka yang berada dalam posisi sebagai pengambil kebijakan. Memungkinkan masyarakat dari beragam lapisan ekonomi, sosial, politik; dari berbagai wilayah dan berbagai sektor usaha di Kabupaten Jepara terlibat aktif dalam keputusan mengenai pembangunan di daerah yang mereka diami selama bertahun-tahun. Memungkinkan pelaksanaan Musrenbang dan tujuan serta hasil sasaran Musrenbang Kabupaten Jepara tidak menjadi milik para elit di lapisan desa, kecamatan maupun kabupaten, tapi menjadi milik semua warga, rakyat Jepara. Memungkinkan hal tersebut terjadi adalah tantangan terbesarnya. Dengan memungkinkannya terjadi, ide demokrasi; dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat, tidak lagi berada dalam lapisan-lapisan sosial, ekonomi apalagi politik. Ide demokrasi adalah kerakyatan.
Demikianlah, demokrasi untuk rakyat menjadi lebih dekat daripada sekedar imajinasi, apalagi basa-basi.
Semangat !!!
Langganan:
Postingan (Atom)